Jadi reporter itu ternyata sulit. Yang punya perusahaan media saja belum tentu sehebat anak buahnya yang memang bertugas sebagai
reporter.
Melihat bos media menjadi
reporter, ada beberapa yang terlihat agak kurang enak dilihatnya.
Maaf, kalau
boleh dijadikan pembelajaran, hal-hal berikut yang tidak enak dilihat mata,
yaitu :
- Pertanyaannya kurang mengulik si narasumber
- -Dengan narasumber yang kurang interaktif,
sebagai reporter belum memancing si narasumber
- - Sebagai reporter yang di “direct”, jangan
ketahuan kalau sedang di “direct:
- - Pertanyaan yang diulang-ulang untuk hal yang
sama
- - Penggunaan bahasa sehari-hari
- - Terlihat menjadi beban saat mewawancarai
narasumber yang usianya jauh lebih muda
- - Tidak menjadi pendengar yang baik sehingga ada
jawaban narasumber yang tidak sesuai dengan maksud yang ditanyakan namun tidak
diluruskan
Menjadi reporter itu memang ada ilmunya, karena tidak
sembarangan bertanya dan menunggu jawaban dari si narasumber.
Menjadi reporter tidak semua orang mampu, padahal
kelihatannya mudah saja. Toh tinggal memberikan pertanyaan dan menunggu
jawabannya.
Menjadi reporter harus memiliki point-point berikut ini :
- - Saat
mewawancarai narasumber, isi kepala reporter harus dipenuhi banyak referensi.
- - Persiapkan
bahan wawancara sebelum moment wawancara akan berlangsung
- - Reporter
itu seperti detektif yang harus menginvestigasi narasumbernya namun masih tetap
di garis yang benar sesuai dengan tugasnya. Ingat, reporter itu bukan penyidik
yang mencecar dan mengintimidasi narasumber.
- - Dalam
menyusun pertanyaan, reporter harus memiliki kemampuan strategis, maksudnya
adalah reporter harus tahu mengatur alur tanya jawab. Dimulai dengan pertanyaan
ringan semakin lama pertanyaannya semakin meningkat tingkat kesulitan
jawabannya.
- - Reporter
itu harus mengenali narasumbernya. Apakah narasumber memiliki karakter serius,
bercanda, terbuka, tertutup , santai, humoris, tidak interaktif,
meledak-meledak dan lain-lain.
Dengan karakter narasumber tersebut maka
sebagai reporter harus mengatur strategi dalam mewawancarainya karena disitulah
tantangannya.
- - Dalam
mewawancarai sebagai reporter harus tetap menggunakan bahasa yang baik dan
benar bukan bahasa sehari-hari. Apakah itu bahasa Indonesia, bahasa daerah atau
bahasa asing?
- - Menjadi
reporter itu harus menjadi pendengar yang baik. Setiap jawaban dari narasumber
adalah hal yang penting untuk terus dapat dilanjutkan menjadi pertanyaan
berikutnya yang tidak pernah henti. Inilah pentingnya mengulik narasumber,
lewat jawaban-jawaban yang diperhatikan betul oleh sang reporter. Jadi, tidak
ada pertanyaan yang berulang-ulang untuk suatu hal yang sama dan juga tidak ada
salah persepsi dari pertanyaan yang diajukan.
- - Sebelum
melakukan wawancara, reporter harus menjalin kedekatan dengan narasumbernya.
Awali dengan kedekatan di menit-menit pertama agar narasumber nyaman,
selanjutnya reporter harus pintar mengorek informasi yang akan digali dari
narasumber (ingat : bukan memojokkan secara personal).
- - Saat
memberikan kesempatan narasumber untuk menjawab pertanyaan dengan bicara yang
panjang namun ternyata narasumber menjawab singkat dan sedikit, sebagai
reporter jangan terpancing menjadi kesal tapi pancinglah dengan pertanyaan
berikutnya yang agak diplintirkan.
- - Hargailah
narasumber sebagai orang penting yang memiliki informasi yang ingin diketahui
oleh audience, walau narasumber berusia lebih muda hargailah sebagaimana
menghargai informasi yang akan kita dapatkan.
- - Seorang
reporter harus bisa mewakili audiencenya lewat pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan.
Itulah point-point yang harus dimiliki seorang reporter agar
bisa berhasil mengorek informasi dari narasumbernya. Karena sangat disayangkan
jika saat waktu wawancara sudah lewat namun banyak informasi yang belum tergali
dari narasumber, moment itu tidak dapat terulang kembali.
0 komentar:
Post a Comment